>INDONESIAN DEATH METAL
INDONESIAN DEATH METAL

Sejarah Death Metal

Sejarah death metal


Saya ingin membicarakan perihal death metal dan banyak keajaiban sekitar hal itu yang saya saksikan. Meskipun death metal hampir tidak dikenal oleh dunia luas (kalangan mainstream), ini adalah sebuah genre besar yang memiliki area yang luas untuk dijelajahi. Bahkan masih terdapat wilayah-wilayah dalam death metal yang belum diselidiki hingga saat ini… Secara musikal, death metal adalah aliran paling fleksibel di antara genre metal lainnya. Ia tidak hanya memiliki kadar brutalitas berlebih, namun juga absah dengan sifat-sifat teknikal, melodikal, dan kerumitan tertentu. Hal-hal kecil boleh masuk dan tetap menjadi death metal. Genre metal lainnya tidak bisa seperti itu. Death metal bisa diibaratkan seperti air. Bagi kalangan luar mungkin kelihatannya biasa namun death metal mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki substansi lain. Pernahkah anda menjumpai sebuah band progressive metal yang vokalnya growling terus-menerus? Pernahkan anda menyaksikan sebuah band power metal dengan brutalitas tingkat ekstrim dalam musiknya? Tidak. Saya kira tidak.

Karakteristik Death Metal

Sebelum saya masuk ke inti bahasan, saya ingin mengenalkan anda sedikit mengenai genre ini. Secara sederhana, death metal adalah perpaduan antara suara growling yang dalam, gitar yang disetel rendah serta penuh distorsi, bass yang berat, serta drum yang intense dan menderu. Lirik lagu adalah penarik perhatian utama departemen kreatif. Temanya bisa beragam, dari darah dan gore, setan, hingga horor dan filsafat. Struktur musiknya juga variatif, mulai yang simpel dan brutal, hingga yang intense dan teknikal. Growl vokal berbeda-beda, antara lain growl tinggi dan parau, serta growl rendah nan garang. Saking kayanya, orang bisa bilang bahwa death metal itu sekaya kerajaan binatang!Sejarah Death Metal

Sekarang kita beranjak ke sejarah death metal. Genre ini sendiri memiliki latar belakang yang luas dan warna-warni. Agak sukar bagi saya untuk menjelaskan semua sisi genre hebat ini dalam satu hari. Karena itu di sini saya akan berusaha menunjukkan hal-hal utama saja, dan peristiwa-peristiwa penting yang mewakili inovasi ke depan, dan topik-topik semacam ini. Sekarang silakan anda duduk dengan nyaman karena saya akan segera membawa anda ke suatu perjalanan menyelami death metal.

Death Metal Gelombang Pertama (1983 - 1990)

Death metal dapat dirunut akarnya ke masa keemasan heavy metal di tahun 1980-an. Dari pengaruh hebat yang dibawa band-band thrash metal seperti Slayer dan Kreator, death metal mulai tumbuh semenjak sebagian kecil orang yang tersebar di Amerika mencomot sound thrash metal yang cepat dan agresif milik Slayer dan Kreator lalu menambahkannya dengan ramuan brutal berkadar ekstra. Tidak diketahui dengan pasti band mana yang menjadi penemu pertama death metal namun penelitian telah membawa kita kepada tiga nama kunci ; Death dari Florida (Death aslinya bernama Mantas ketika pertama kali dibentuk), Possessed yang lahir di California, dan Master yang berbasis di Illinois; ketiga band ini sama-sama terbentuk tahun 1983.

Sound yang diperkenalkan ketiga band ini adalah drum yang sangat cepat, menderu dan konsisten dengan blast-beat, riff secepat halilintar, dan vokal growl rendah serta parau yang dikombinasikan dengan teriakan tinggi yang memekakkan telinga.
Isi liriknya sebagian besar membawa tema gore dan setan. Beberapa event penting terjadi di tahun 80-an. Death memulai terbentuknya scene death metal di Florida, nantinya hal ini berpengaruh terhadap berdirinya dua band inovatif lain di kota yang sama di era 80-an yakni Morbid Angel dan Obituary.
Possessed membantu menanamkan tema satanisme sebagai tema lirik utama, serta berpengaruh terhadap berdirinya band-band death metal di California. Master membantu berdirinya scene death metal di North East (Illinois, New York, Pennsylvania, dsb).

Di samping tiga inovator tersebut (Death, Possessed, Master), ada beberapa band penting lain yang juga bermunculan di era 80-an yang kelak akan menjadi band death metal yang sangat diperhitungkan. Band-band itu antara lain Morbid Angel, Obituary, Deicide, dan Cannibal Corpse. Kita akan membicarakan band-band itu nanti.

Ciri musik:

1. Growl yang rendah dan parau serta teriakan bernada tinggi.
2. Gitar yang disetel rendah, penuh distorsi.
3. Bass yang gelap dan garang.
4. Drum yang bertempo sangat cepat, blast-beat.
5. Secara keseluruhan, sound-nya sangat dekat dengan sound genre ayahnya, yakni Thrash Metal.

 Masa kedua adalah sebuah era di mana death metal benar-benar mulai populer. Banyak hal terjadi di era ini; bermunculannya band-band penting, perubahan dalam sound, dan merebaknya kontroversi di sekitar aliran ini. Pada kenyataannya banyak sekali peristiwa penting terjadi di masa ini, saya akan mencoba memecahnya berdasarkan tahun. Jangan kaget apabila saya mengganti pokok pembicaraan terlalu tiba-tiba.

Pada tahun 1990, Death merilis “Spiritual Healing”, sebuah album dengan tema yang agak lain dibanding tema album death metal saat itu. Di album ini mereka lebih berfokus pada isu sosial dan filosofis, tidak lagi darah dan gore seperti dua album mereka sebelumnya. Deicide merilis album debutnya, “Deicide”. Album ini benar-benar mengangkat satanisme ke tingkat yang sangat ekstrim. Satanisme yang sangat serius, bukan satanisme murahan yang pernah anda temukan dalam album-album Venom. Bisa jadi saya terlalu melebih-lebihkan saja karena saya fans Deicide. Yang jelas album ini sangat sukses di kalangan underground, karena musiknya yang catchy dan mengesankan. Di tahun yang sama Cannibal Corpse mengeluarkan album pertamanya, “Eaten Back To Life”. Album ini memperkenalkan sebuah gaya baru dalam growl yang disebut ‘The Cookie Monster’ yang dibawa oleh vokalis mereka, Chris Barnes. Dalam growl gaya ini, suara yang dikeluarkan lebih kasar dan dalam, mirip dengan vokal sebuah tokoh dalam Sesame Street, the Cookie Monster. Dan karena gaya vokal ini mengeluarkan sound yang agresif dan jahat, kata-kata yang diucapkan vokalis menjadi lebih susah ditangkap. Kelak gaya vokal ini akan menjadi penanda utama atau atribut paling mudah dikenal orang saat mereka membicarakan death metal.

Sekarang kita masuk ke tahun 1991. Tahun ini menjadi saksi munculnya brutal death metal, yang dimainkan oleh dua inovator utama aliran ini, Suffocation dan Immolation. Genre ini dicirikan oleh growl yang rendah dan ultra-berat, dan penekanan ekstra pada bass, gitar dengan setelan rendah, dan penggunaan bass drum yang lebih intense. Genre ini, meski kelihatannya amat simpel, namun untuk memainkannya membutuhkan ketrampilan teknis dan penguasaan musik yang tinggi. Dua album brutal death metal yang dirilis di tahun ini adalah “Effigy Of The Forgotten” dari Suffocation dan “Dawn Of Possession” milik Immolation.

Tahun 1992 tercatat sebagai tahun di mana death metal mulai menunjukkan kesuksesan komersil. Dimulai dengan album masterpiece dari Obituary, “The End Complete”. Album ini terjual 250.000 kopi di seluruh dunia, termasuk salah satu album death metal paling laris sepanjang masa. Ada beberapa faktor yang berperan dalam kesuksesan album ini. Pertama adalah label. Obituary dikontrak oleh Roadrunner Records, sebuah label cukup besar yang menjadi rumah bagi band-band death metal terdahulu. Roadrunner memiliki modal untuk mencetak banyak kopi dan mampu mengedarkannya ke para distributor. Kedua adalah basis penggemar yang luas. Obituary telah memiliki basis fans yang hebat saat album mereka keluar. Ketiga adalah fakta bahwa di tahun yang sama, Obituary melakukan tur bersama band death metal terkenal lain, Cannibal Corpse. Album sukses lain yang keluar tahun tersebut adalah “Legion” dari Deicide. Album ini juga dirilis oleh Roadrunner Records dan didistribusikan luas ke seluruh belahan dunia. Album paling inovatif pada tahun tersebut adalah “Soul Of A New Machine” dari Fear Factory. Rilisan ini adalah album death metal pertama yang mengenalkan vokal bersih, suatu langkah yang dianggap tabu bertahun-tahun sebelumnya. Terobosan ini akan menjadi jalan bagi banyak band death metal untuk melakukan inovasi mencengangkan dalam aliran ini kemudian.

Melangkah ke tahun 1993. Peristiwa paling menonjol di tahun ini adalah rilisan album “Covenant” milik Morbid Angel. Dianggap penting sebab itu adalah album death metal pertama yang dirilis oleh label besar, mencatatkan Morbid Angel sebagai band death metal pertama yang bergabung dengan label besar. Label yang mengontrak mereka adalah Giant Records. Meski tidak tampak seperti label besar namun Giant Records ditopang oleh Warner Brother Records, salah satu label rekaman terbesar di dunia.

Sekarang saatnya mengoper persneling. Di tahun 1994, Cannibal Corpse merilis “The Bleeding”, album rekaman terakhir mereka bersama vokalis Chris Barnes. Cryptopsy meluncurkan “None So Vile”, salah satu album death metal terbaik yang pernah dihasilkan oleh band Kanada. Di tahun 1995, Suffocation mengeluarkan “Pierced From Within”, yang dengan cepat menjadi album death metal klasik.

Melompat ke tahun 1998, kita akan menemukan band pionir death metal dari Florida, Death, merilis album terakhir mereka “The Sound of Perseverance”. Album ini memperlihatkan puncak pencapaian band ini. Sound mereka bergeser dari death metal menjadi lebih progressive metal. Album ini merangkum teknik perkusi rumit dari sosok terkenal Richard Christy, performa bass luar biasa Scott Clendenin, serta permainan gitar yang kompleks dan dalam oleh duo Shannon Hamm dan Chuck Schuldiner. Ini adalah album yang benar-benar memberi definisi baru genre death metal. Sama pentingnya dengan “The Sound of Perseverance”, adalah “Gore Metal”, debut album milik Exhumed. Dianggap penting karena album ini juga merekam perkembangan genre musik. Gore Metal berakar dari death metal, namun memiliki sound melodik lebih banyak dan riff yang catchy. Yang jelas, dalam album ini seringkali ada tiga vokalis yang berbeda, seperti Carcass di awal karirnya. Album ini segera menjadi inspirasi ribuan band lain untuk menirunya, dan memainkan jenis musik yang sama. Anyway, ini era yang ekspansif. Karena tak mungkin bagi saya untuk menjelaskan semua peristiwa yang terjadi di era tersebut pada halaman ini, saya akan berhenti di sini.

Ciri Musik:

1. Kemunculan brutal death metal
2. Berkembangnya progressive death metal
3. Membiaknya Gore Metal

Death Metal Gelombang Ketiga (2000 - sekarang)

Ini adalah gelombang terkini dalam death metal. Di era ini kita bisa melihat bahwa death metal kembali memperoleh popularitasnya kembali di seluruh penjuru dunia. Ide-ide baru tumbuh subur dari dalam bawah tanah. Band-band baru menjejakkan langkah mereka menuju kerajaan baru. Rilisan penting pertama di era ini adalah album Morbid Angel “Gateways to Annihilation” di tahun 2000. Album ini meneruskan pengaruh progressive death metal yang dibawa Death. Album lain yang dirilis di tahun yang sama adalah “Insineratehymn”, sebuah karya yang menancapkan kembali pengaruh Deicide.

Tragedi menimpa masyarakat death metal pada 2001 dengan kematian Chuck Schuldiner karena kanker otak. Komunitas death metal berduka karena kehilangan salah satu sosok pionir dan pemikir terbaiknya. Melangkah ke 2002, kita menyaksikan lebih ekspansifnya penyebaran gore metal, seiring rilisan kaya inovasi “Mondo Medicale” dari Impaled. Tak dapat dilepaskan dari pengaruh hebat Carcass, Impaled membangun genre gore metal dengan melodi dan kemampuan bermusik yang prima. Death metal terus berkembang di tahun 2003, saat Exhumed meluncurkan “Anatomy Is Destiny”. Dalam album ini riff menjadi bagian wajib, skill juga makin mendapatkan fokus yang lebih besar, dan pengaru

sejarah bandungdeath metal

Generasi Gito Rollies dikenal sangat badung. Tapi faktanya prestasi mereka dalam bermusik sangat istimewa. Itulah yang menyebabkan kebadungan mereka bisa ditolerir sejarah. Bahkan sejarah malah berbalik menyanjung mereka sebagai figur-figur prestisius.

Lebih-kurang dua dekade setelah era keemasan angkatan Gito Rollies dan Deddy Stanzah berlalu, generasi muda Bandung menganut cara lain dalam menunjukkan eksistensinya. Ketika ruang arusutama didominasi kemestian bernama komodifikasi yang selalu berbaju proyeksi mengejar keuntungan materi semata — sehingga tidak memberi spasi memadai buat spirit lain di luar itu, mereka memilih jalan lain dalam mengekspresikan  letupan-letupan liar dalam benak mereka. Letupan-letupan itu awalnya mengecambah secara sendiri-sendiri di titik-titik tertentu. Maka kemudian, tumbuhlah beberapa kantung komunitas. Sekadar menyebut, ada komunitas TU yang biasa nongkrong di Jalan Teuku Umar. Band-band semacamBalcony atau Take A Stand mengerek komunitas ini. Komunitas ini kemudian melahirkan kompilasi historikal bertajuk Brain Baverages.

Ada juga komunitas Balkot yang doyan nangkring di Balai Kota Bandung. Di samping fokus pada musik, mereka ini punya kecenderungan mengakrabi olahraga ekstrem skateboarding. Mungkin ini ada kaitannya dengan saujana Balkot yang memang cukup asoy dijadikan tempat bermain papan luncur. Bahkan di kemudian hari komunitas ini mengidentifikasikan diri sebagai salah satu scene yang meletakkan fondasi subkultur skateboarding di kota kembang.

Sampai kemudian di era mutakhir awal 2000-an, masih di Balkot, muncul pula komunitas lain bernama Kolektif Balkot Jam Lima Sore. Komunitas yang bersulih nama menjadi Balkot Terror Project ini adalah sebuah gerakan kolektif yang dibangun secara sel dengan semangat memelihara kemurnian ideologi bermusik. Di mata mereka, betapa pun arus komodifikasi terhadap scene sudah sedemikian dahsyat dan merongrong idealisme, gelombang komersialisasi tetap harus dilawan dengan segenap upaya (catatan: untuk Kolektif Balkot Jam Lima Sore akan dibahas dalam tulisan khusus).

Semangat D.I.Y (Do It Yourself) pun jadi pilihan. Mereka menggelar gigs atau mengeluarkan rilisan — baik album maupun newsletter — secara permana dan murni swadaya. Gigs digelar dengan cara kolektif, dalam arti setiap band yang main harus urunan untuk sekadar menyewa alat musik dan tempat. Sebuah solusi yang kemudian jadi pilihan ketika minta ijin untuk menggelar acara sepelik mencari jarum di padang ilalang. Sementara  rilisan dikemas sesederhana mungkin, nu penting kumaha carana lagu uing bisa didengekeun ku batur. Pola penggandaan CD dengan menggunakan  personal komputer pun kerap ditempuh dan lantas dijual dengan harga: ceban!!!

Jangan lupakan pula sekelompok pengusung idealisme dan ideologi punk yang sampai sekarang tetap panceg dina galur berinteraksi dengan sejawatnya di sekitar kawasan perbelanjaan Bandung Indang Plaza (BIP). Jangan pernah menganggap sepele kontribusi mereka dalam meletakkan fondasi Bandung Underground. Salah satu gigs bersejarah bernama Gorong-Gorong Bandung dicetuskan Dadan Ketu, salah seorang peretas komunitas tersebut.

Bukan hanya gigs Gorong-Gorong, Dadan Ketu bersama PI Crew — nama lain dari komunitas BIP — menancapkan pula tonggak lain bernama Bandung’s Burning. Sebuah rilisan berisi kompilasi sejumlah band punk yang mencatat sukses luar biasa. Band-band seperti Jeruji, Runtah, The Bollocks, atau Keparat, harus diakui, terkerek namanya berkat kompilasi yang dirilis menggunakan label Riotic Records itu.

Dan voila… komunitas paling fenomenal tentu saja Ujungberung Rebel. Komunitas ini tumbuh sedemikian rupa jadi kisi-kisi penting harakah musik bawah tanah kota kembang. Tidak hanya komitmen tinggi panceg dina galur memainkan musik-musik ultragaduh, di sana juga ada geliat ekonomi kreatif-kerakyatan mulai dari jualan kaus, tukang sablon, sampai mendirikan perusahan rekaman independen yang sangat marak. Harus kita akui, komunitas inilah yang mencancapkan fondasi, pengaruh, dan kontribusi paling besar terhadap Bandung Underground.

Tak bisa dipungkiri, kantung-kantung komunitas itulah yang menjadi noktah-noktah penyangga dari sebuah fenomena bernama Bandung Underground. Sebuah fenomena peradaban yang gaungnya kini tidak hanya terdengar di ranah nasional, melainkan juga sudah merambah sampai ke  mancanegara. Sayangnya, subkultur ini harus menjalani masa-masa paling sulit sejak awal 2008. Tepatnya selepas tragedi AACC yang ditandai meregangnya sebelas orang nyawa dalam acara peluncuran album perdana Beside.

Satu hal penting yang mesti digarisbawahi, betapa pun identik dengan band-band bising, keliru juga jika kita menganggap Bandung Underground melulu dihuni dan dibesarkan oleh band-band punk, hardcore, metal, jeung sajabana. Sejumlah godfather yang meletakkan fondasi Bandung Underground justru tidak memainkan musik metal. Sebut saja Richard Mutter. Bersama Yukie, Bengbeng, dan Trisno di Pas Band, Richard tidak memainkan metal sefrontal yang diperagakan Sonictorment, Forgotten, atau Jasad. Demikian pula dengan Pure Saturday yang sampai saat ini tetap  dianggap sebagai salah satu peletak tiang pancang eksistensi Bandung Underground. Ada pula band indiepop klasik seperti Kubik atau Cherry Bombshell.

Meski demikian, kita tidak bisa menyalahkan persepsi khalayak jika Bandung Underground diidentikan dengan band-band bising. Sebab, salah satu momen yang membuat istilah Bandung Underground berkibar kencang seperti sekarang memang berkat imbas kesuksesan sebuah gigs metal bernama Bandung Underground.

KELAHIRAN
Sebuah literatur menyebutkan, istilah underground sudah dipakai di Majalah Aktuil pada 70-an. Istilah itu muncul untuk mendeskripsikan sebuah gaya bermusik dengan memainkan lagu-lagu kencang yang substansinya amat sarat dengan perlawanan terhadap sistem nan mapan. Tentu saja saat itu istilah Bandung Underground belum muncul atau setenar sekarang. Meski demikian, kota kembang tetap mengirimkan wakilnya ke garda depan saat khalayak bicara musik underground. Ada grup bernama Super Kid dan Giant Step, dua band legendaris yang sangat diperhitungkan dalam sejarah rock tanah air. Mereka dianggap ‘gerilyawan’ pengacau patron industri musik tanah air yang saat itu didominasi lagu-lagu pembangkit buluh perindu.

Super Kid dan Giant Step tidak sendirian dalam meletakkan fondasi musik ala bawah tanah. Ada AKA dan SAS dari Surabaya, Terencem dari Solo, sampai grup rock paling legendaris di tanah air, God Bless, yang mengibarkan bendera ibu kota. Dan kita sama sekali tidak bisa memungkiri, merekalah yang meletakkan kisi-kisi subkultur bermusik ala underground. Setidaknya mereka telah mengajak generasi muda untuk memberontak terhadap nilai-nilai kolot yang mengungkung kreativitas.

Beruntunglah, apa yang mereka bangun tidak sampai kehilangan benang merah terhadap generasi setelahnya. Khususnya di Bandung, apa yang sudah diretas The Rollies, Super Kid, atau Giant Step, diteruskan oleh anak-anak muda generasi 90-an. Salah satu embrio terpenting scene Bandung Underground diyakini lahir dari Studio Reverse, yang terletak di daerah Sukasenang. Adalah Richard Mutter dan Helvi, dua figur penting di balik lahirnya Reverse. Studio ini dianggap penting bukan hanya karena menyediakan tempat berlatih buat band-band bising. Reverse memegang peran krusial dalam sejarah Bandung Underground saat mendirikan distro yang menyediakan pernak-pernik musik dari mancanegara. Kaset, CD, kaos, poster, dan lain-lain, tersedia di sana. Dengan cara itu, ibaratnya, Reverse membukakan jalan bagi para scenester untuk bersinggungan dengan dunia luar.

Richard kemudian menindaklanjuti sumbangsih penting buat scene dengan mendirikan Pas Band dan label rekaman independen dengan nama unik, 40.1.24. Pas Band ditahbiskan sebagai grup munggaran di Indonesia yang merilis album secara independen pada 1993. Album mereka bertajuk Four  Through The S.A.P mencuri perhatian setiap orang yang punya gendang telinga tebal dan tak heran bila 5000 keping kasetnya tandas diburu orang dalam waktu satu setengah kejap.

Empat tahun kemudian, masih dengan bendera 40.1.24, Richard juga merilis sebuah mahakarya kompilasi yang diberi tajuk Masaindahbangetsekalipisan. Kompilasi ini layak disebut mahakarya bukan hanya karena memuat band-band anjisuranjis-edunsuredun macam Burgerkill dan Puppen, tapi juga menyodorkan sebuah inisiasi kepada publik mundial bahwa aing ge bisa nyieun nu kieu!

Tanpa konsep distribusi yang muluk dan ribet, gaung Four Through The S.A.P dan Masaindahbangetsekalipisan tembus ke mana-mana. Pada waktu  bersamaan, sebuah stasiun radio yang tak kalah anjisuranjis-edunsuredun bernama GMR (singkatan dari Generasi Muda Radio), tengah mengibarkan bendera ke angkasa dengan sekencang-kencangnya. Peran Radio GMR sangat krusial sebagai media penyambung antara band dan anak muda bergendang telinga tebal. Inilah radio yang secara konsisten menyediakan frekuensinya untuk disesakki musik-musik bising melulu. Lagu-lagu dari kedua album tersebut nyaris saban hari menderu-deru di frekuensi 104.4 FM.

Ketika spasi buat musik ultragaduh di tempat lain masih sangat dikebiri, GMR dengan lantang memutar lagu-lagu dari band dengan nama-nama asing. Bukan hanya rilisan dari band lokal, tapi juga grup dari luar negeri. Radio inilah yang membuat barudak kota kembang cepat akrab dengan grup seperti Carcass, Benediction, Gorfest, dan sejibun band inspiratif lain. Sebuah kondisi yang tak terjadi di tempat lain. GMR juga punya kepedulian maksimal jadi media publikasi verbal rilisan-rilisan lokal. Bahkan rilisan amatir pun mereka mau memutarkannya (Catatan: tentang GMR akan dibahas khusus pada bagian lain).

SCENE
Di antara sejumlah faktor yang membuat Bandung Underground cepat besar, komunitas adalah faktor yang sangat penting — kalau tidak boleh menyebut paling penting. Merekalah yang menyemai embrio dan memeliharanya agar terus hidup di antara himpitan setumpuk persoalan.

Walaupun dianggap sebagai ikon komersial, pusat pertokoan Bandung Indah Plaza (BIP) ternyata punya peran penting dalam sejarah Bandung Underground. Tempat ini jadi kilometer nol kelahiran sebuah komunitas sangat klasik yang menamakan diri Bandung Death Metal Area alias Badebah. Komunitas ini lahir di tangan para penggila thrash, death metal, dan grindcore. Prokalamator komunitas ini adalah Uwo, vokalis band Funeral asal Sukaasih, Ujungberung. Di samping Funeral, para personel band Jasad dan Necromancy juga secara intens menggerakkan scene ini.

Babedah tumbuh tanpa disekat perbedaan aliran musik, sebab kemudian barudak dari bermacam latar belakang pun turut bergabung. Bendera Badebah makin berkibar setelah dijadikan program siaran di Radio Salam Rama Dwihasta yang bermarkas di Sukaasih, Ujungberung. Di tangan kuartet penyiar Agung-Dinan-Uwo-Iput, program ini mengudara pada rentang 1992 hingga 1993 dan sertamerta jadi primadona. Ukurannya sederhana: 200 sampai 300 pucuk kartu pos mampir ke markas Radio Salah Rama Dwihasta saban pekan. Eusina macem-macem, mulai menta lagu nepi ka nitip salam keur dulur nu lain.

Di tempat berbeda, barudak lain juga membangun komunitas masing-masing atau bergabung dengan komunitas yang sudah terbentuk. Para scenester tidak hanya menjadikan komunitas-komunitas ini sebagai tempat nongkrong. Mereka juga menjadikan komunitas sebagai sarana untuk membangun jejaring dan mengembangkan ide.

Barudak Ujungberung lagi-lagi berada di garda depan. Di sebuah studio musik bernama Palapa, insting bergaul hanya untuk jadi ajang nongkrong pengisi waktu senggang, pelahan-lahan dikoreksi sehingga membuahkan hasil yang lebih produktif. Setelah ritual nongkrong sudah dianggap mentok dan tidak menghasilkan apa-apa, mereka kemudian membentuk Extreme Noise Grinding (ENG). ENG sukses membuka jaringan ke mana-mana, sampai ke luar kota bahkan mancanegara.

ENG membuat konsep berkomunitas jadi lebih terarah. Salah satu sumbangsih terbesar ENG adalah gigs metal yang sangat fenomenal bernama Bandung Berisik. Zine Revograms yang dirilis kali pertama pada Maret 1995 bisa menghajar mata scenester juga berkat ENG. Revograms sangat inspirasional karena jadi zine underground munggaran di tanah air.

Kelebihan ENG ada pada kemampuannya memberdayakan lingkungan. Mereka tidak hanya menempa anggota komunitas dalam hal bagaimana bermusik yang baik. Alhasil, ENG sanggup ngigelan jaman. Scene ini kemudian bersulih rupa jadi Homeless Crew yang sangat identik dengan Ujungberung. Nama Homeless Crew dicetuskan Ivan Scumbag sebagai manifestasi penolakan terhadap (lagi-lagi) kemapanan.

Tahun 1997, sejumlah band yang aktif di Homeless Crew sepakat merilis kompilasi Ujungberung Rebels yang ultrahistorikal di bawah bendera Independen Records. Kompilasi ini tak memuat hal lain kecuali musik ultragaduh dari band-band edan yang di kemudian hari semuanya jadi metalhead. Sedemikian historikalnya Ujungberung Rebels, sehingga tak ada satu pun band yang ikut dalam kompilasi ini yang tidak menjadi legenda. Tak heran bila publik menjadikan kompilasi ini sebagai salah satu relief sejarah terpenting Bandung Underground.

Saking besarnya efek kompilasi Ujungberung Rebels, barudak Homeless Crew pun kadang disebut Ujungberung Rebels. Sampai sekarang, komunitas  ini tanpa henti melahirkan band dan musik yang mematikkan.

GIGS
Bandung Underground mencapai puncak kejayaan ketika GOR Saparua secara berkala menggelar gigs. Inilah tempat yang menjadi titik api Bandung  Underground. Semangat bermusik yang diusung masing-masing komunitas mengalir dan bermuara ke GOR Saparua. Di sinilah nama-nama angker seperti Puppen, Jasad, Forgotten, Burgerkill, Jeruji, Blind to See, Balcony, Turtle Jr., Koil, dan sederet nama lain, dibaptis jadi wakil generasi terbaik Bandung Underground.

Nonton gigs di GOR Saparua lantas menjadi ritus wajib bagi para scenester. Saban akhir pekan GOR tersebut ibarat muara tempat bertemunya berbagai kepentingan, mulai dari vokalis band yang hendak merentang otot leher, pagawai drum yang gatal ingin menghajar snar sekencang-kencangnya, sampai hasrat penonton yang ingin memeras keringat di dalam GOR Saparua yang ventilasinya teu bisa disebut alus. Dan jangan lupakan satu hal, di sana ada pula geliat ekonomi. Sebab, faktanya sejumlah gigs di GOR Saparua berhasil mengeruk keuntungan materi yang lumayan. Belum lagi kiprah para penjaja makanan dan minuman ringan serta calo tiket.

Yeahhh… Saparua kadung identik dengan Bandung Underground, padahal gigs serupa sebenarnya kerap pula dihelat di tempat lain. Semuanya berawal dari Hullaballo I yang digelar pada 1994. Inilah tombol pelatuk yang memicu pentas-pentas musik underground. Bandung Underground, Gorong-Gorong, Campur Aduk, Bandung Berisik, Boomer Underground, atau Master of Underground, tak akan mudah dilupakan siapa pun yang pernah menyaksikannya. Bayangkan, GOR Saparua yang kapasitasnya tidak seberapa, penuh sesak sampai teu bisa usik saat pentas-pentas tersebut digelar.

Namun saat GOR Saparua semarak dengan gigs edan, di sisi lain terjadi sebuah ironi. Hegemoni band-band seperti Burgerkill atau Puppen (sekadar menyebut nama) atas panggung GOR Saparua, membuat banyak grup kecil tak memperoleh kesempatan memadai untuk mengecap sangarnya beraksi di sana.

Sebagai bentuk perlawanan, kemudian lahirlah pola gigs kolektif di awal 2000-an. Band yang tak kunjung mendapat kesempatan tampil di GOR Saparua, berinisiatif menggelar gigs mandiri. Caranya, setiap band yang mau tampil urunan sejumlah uang. Uang yang terkumpul lalu dijadikan modal untuk menyewa alat dan tempat. Di sana mereka main sepuasnya dan memekikkan kalimat: gigs aing kumaha aing!

Karena kadung mengusung semangat D.I.Y, tiket dijual dengan banderol pikaseurieun. Ada gigs yang menjuat tiket dengan harga dua rebu perak. Dan biasanya tiket dijual tidak terlalu lama. Setelah itu, penonton bisa ngabres bebas asup.

Masa keemasan GOR Saparua langsung menguap saat pemerintah kota tidak lagi memberi ijin menggelar pertunjukkan di sana. Praktis, barudak Bandung pun kesulitan mencari tempat untuk menggelar pentas. Pola gigs kolektif pun kian mendapat angin. Jika sebelumnya menyewa tempat-tempat murah seperti gudang tak terpakai atau garasi mobil rumah seorang kawan, polanya kemudian beralih dengan cara menyewa studio musik. Uangnya lagi-lagi hasil urunan band yang tampil. Gigs semacam ini biasa disebut studio show. Studio Jawara di bilangan Jalan Lengkong Besar hampir tiap pekan merelakan ruangan sempitnya dipakai pogo dan anjrut-ajrutan. Juga Studio Grama di Jalan Cihampelas dan Studio Elang di dekat kawasan Bandara Husen Sastranegara.

Pola gigs kolektif atau studio show semakin jadi pilihan paling realitis setelah meletus Tragedi AACC pada 9 Februari 2008. Sebelas anak muda tewas dalam acara peluncuran album Beside. Inilah titik nadir sejarah gigs Bandung Underground. Untuk beberapa waktu acara musik bising di kota kembang seperti mati suri.

Meski demikian, semangat untuk menggelar acara tak pernah padam hanya gara-gara pemerintah memberlakukan ketentuan ekstra ketat dalam mengeluarkan ijin pagelaran. Setahun berselang, pelahan-lahan sejumlah komunitas mulai bisa menggagas dan menggelar kembali gigs skala besar.  Salah satu yang tetap langgeng adalah Death Fest, kendati dalam dua kali pagelaran harus dilaksanakan di kompleks tentara. Bahkan memasuki tahun 2011, gigs metal pelahan-lahan kembali semarak, termasuk bangkitnya Bandung Berisik yang sudah tertidur selama lima tahun.

RILISAN
Ketika hasrat menggelar gigs terbentur bermacam hal, semangat merilis karya musik tetap tumbuh subur. Meski di lain pihak, seperti dikatakan empunya Riotic Record Dadan Ketu, “Ngarilis album band underground mah tong ngarep untung! Ieu mah urusan hate!”.

Dalam hal ini, sekali lagi, kita harus berterima kasih kepada Richard Mutter dengan label 40.1.24-nya yang telah merilis kompilasi Masaindahbangetsekalipisan pada 1993. Inilah rilisan yang menginspirasi siapa pun tanpa kecuali.

Tapi, jangan pernah lupakan kompilasi Injak Balik yang dirilis pada 1997 dalam bentuk piringan piringan hitam oleh label asal Perancis, Tian An Men 89 Records. Popularitasnya memang tidak semenjulang Masaindahbangetsekalipisan atau Ujungberung Rebel, namun rilisan yang hanya dicetak 500 kopi ini layak digolongkan sebagai tonggak sejarah. Injak Balik memuat lagu dari Puppen, Runtah, Jeruji, Piece of Cake, Deadly Ground, Savor of Filth, Turtles Jr., dan All Stupid. Dan yang terpenting, Injak Balik asilnya bisa didengarkan dengan gramafon karena berformat vinyl. Sebuah sensasi luar biasa buat siap pun yang memilikinya!

Tahun 1997, Riotic Records mengeluarkan Bandung’s Burning-Bandung Punk Rock Storm Volume 1 yang menghajar gendang telinga dengan suguhan  rawk dari sederet band ikon punk seperti Keparat, Jeruji, Runtah, Rotten to the Core, Turtle Jr., Total Riot, dan The Bollocks. Tiga belas tahun berselang, Bandung’s Burning Volume 2 dirilis. Kali ini dengan semangat perlawanan lebih gigih.

Sebuah kompilasi yang sangat eksklusif karena hanya digandakan seratus keping turut mewarnai generasi pertama Bandung Underground. Album tersebut diberi tajuk Bandung Holocaust, kompilasi sederet band crustcore, dirilis Holocaust Records pada 1997.

Dari kubu indiepop, Fast Forward (FFWD) Records, yang kebetulan milik Helvi, tak mau kalah langkah. Bahkan label ini sudah merintis rilisan band dari luar negeri sejak 1999. The Chinkees dari Amerika, Cerry Orchard (Perancis), dan 800 Cheries, adalah gelombang pertama band dari mancanegara yang albumnya didistribusikan FFWD di pasar lokal. FFWD secara konsisten mempertahankan gayanya sampai sekarang.

Oh ya… bicara soal rilisan, jangan kesampingkan Extreme Soul Productions (ESP). Menggunakan nama ESP Records, label milik Iwan D ini sudah mulai merintis album-album dari band beraliran deathmetal dan sebangsanya sejak 1996. Baik band luar negeri, terlebih lagi grup domestik. Salah satu produk prestisius dari ESP adalah kompilasi band-band ultragaduh bertajuk Brutally Sickness. Sempat tertidur beberapa waktu, Iwan kembali membesut ESP sejak 2009.

Di samping kompilasi, sejak Puppen melepas This Is Not a Puppen EP dan Pas Band merilis Four Through The S.A.P, rilisan album dari band-band lain tak pernah berhenti mengalir. Sampai detik ini. Demikian pula dengan label rekaman, tak kalah semarak dengan kemunculan grup-grup musik anyar. Yang paling mutakhir adalah Rottrevore Records yang gigih menjembatani kinarya grup-grup metal untuk kemudian menjadikannya sebuah produk yang bisa menyelusup ke balik gendang telinga.

ZINE, LITERATUR, KAOS
Jika Reverse dan label 40.1.24 jadi pionir dalam urusan rekaman, maka fondasi penting dalam hal literasi adalah Revograms. Adalah Dinan — vokalis Sonic Torment — yang membidani kelahiran zine ini tahun 1995. Inilah batu pertama budaya literasi Bandung Underground yang menginspirasi terbitnya puluhan, bahkan ratusan, newsletter di kemudian hari.

Jika sekarang orang lebih banyak membicarakan Trolley atau Ripple sebagai bagian penting budaya literasi Bandung Underground, itu karena dua zine ini lahir dalam kemasan aduhai. Berbeda dengan kebanyak zine yang hanya foto kopian. Padahal di luar Trolley atau Ripple, terlalu banyak zine bagus yang sangat berpengaruh. Sebut saja Tigabelas, Membakar Batas, atau Beyond Barbed Wire yang sangat provokatif itu.

Belakangan budaya tulis mulai menapaki undakan lebih baik dengan berdirinya toko-toko buku keren seperti Tobucil, Ultimus, Rumah Buku, dan Omuniuum. Bahkan kemudian muncul pula Minor Books, sebuah penerbitan yang digagas orang-orang gila dengan komitmen gila pula. Satu masterpiece Minor Books adalah buku biografi Ivan Scumbag berjudul Myself: Scumbag Beyond Life and Death karya Kimung yang terbit pada 2007.

Semangat mengekspresikan ghirah bermusik ke dalam bentuk literatur berbanding lurus dengan geliat ekonomi di bidang merchandise band, dalam  hal ini kaos. Industri clothing yang tumbuh secara masif membuat band mudah meliris merchandise. Dibanding album musik atau zine, harus diakui, merilis merchandise adalah cara paling pragmatis untuk menyambung napas band itu sendiri.

Pada akhirnya, Bandung Underground memang bukan sekadar musik ultragaduh, rilisan album, zine, atau lain-lain. Lebih dari itu, Bandung Underground adalah lapangan tempat menyiasati hidup yang kadung disumpeki setumpuk sistsistem yang kadang tidak cocok dengan keinginan ideal kita. Tapi bukankah itu sebuah kesadaran yang tak boleh padam, agar Bandung Underground terus langgeng ti baheula nepi ka ayeuna jeung salawasna!

 h band-band Swedish death metal makin kentara. Saat ini kita tengah hidup di era gelombang ketiga death metal dan keadaan senantiasa berubah. Kita belum tahu ke mana gelombang ini akan membawa kita, jadi kita tunggu saja.(diambil dari beberapa sumber)


 

OPIUM - KODRAT SUNDA NEPI
BINASA
Getih nu ngalir dina raga
moal nepi ka eureun ku waktu
adat nu geus jadi budaya
kaboga nu di pikaboga
nandakeun ieu kodrat sunda
moal nyerah moal ingkah
moal nepi ka cengkat
kodrat sunda nepi binasa
kodrat sunda nepi binasa
getih nu ngocor moal nepi ka
beak
totonde tinu ayana kodrat
moal leungit moal indit
moal nepi ka ijid
ieu takdir kodrat tinu hiji mangsa
kodrat sunda nepi binasa
adat nu geus jadi budaya
taneuh nu likeut
getih nu bereum
taneuh sunda nu di pika boga
hideung bodas teu paduli
kodrat sunda nepi binasa
kodrat sunda
moal nyerah moal ingkah
moal nepi ka cengkat
moal nepi ka ijid

 

This free website was made using Yola.

No HTML skills required. Build your website in minutes.

Go to www.yola.com and sign up today!

Make a free website with Yola